Bosan aku melihat ke jendela rumahku. Kenapa hanya tetes-tetes air yg jatuh dari langit?
Aku menyenderkan kepalaku di bantal. Mencoba mencari posisi ternyaman. Nyaman.. Ya, sangat nyaman.
...
"kau datang agak terlambat, sayang" Sesosok tubuh pria memelukku dari belakang.
"maaf, agak telat" balasku singkat.
"setidaknya kau datang." lanjutnya sambil tersenyum.
"kau terlihat rapih hari ini" tanyaku heran, pria yang biasa hanya mengenakan kaos oblong dan jeans ini terlihat berbeda dari biasanya.
"kalau bertemu dengan orang yang istimewa memang harus berdandan rapih,kan?"
"aku tidak berdandan rapih, tetapi kau istimewa"
"oke, aku kalah" Ia mulai memelukku lagi. Lebih erat dari sebelumnya. "aku mencintaimu.." kata-katanya barusan memenuhi telingaku, nafasnya terasa di pipi kananku.
"maaf..." kataku pelan.
Perlahan ia mulai meregangkan pelukan nya tadi. "maaf?"
"iya, maaf.."
"kau tidak melukaiku sedikitpun, Sayang."
"aku melukaimu."
"tidak."
"iya."
"oh, sungguh tidak."
"iya."
"iya?"
"iya..."
kami berdua diam. Mulai sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya detik jam dinding yang terdengar. Dia yang kebinggungan, aku harus bilang sekarang.
"maaf.." Aku mengulang kata yg sama.
"maaf?"
aku mengganguk.
"setelah beberapa tahun kita menjalin hubungan,kurasa cukup disini." lanjutku parau
Ia diam. Dahinya mengerut, seperti tidak percaya. "apa?"
"kurang jelaskah?"
"ya, tentu kurang jelas. Sangat kurang"
"aku mencintai lelaki lain, mungkin tidak lebih baik darimu tapi aku mencintainya."
"siapa lelaki itu?" suara pria itu terdengar agak tinggi namun lembut. Mungkin sedang menahan emosinya agar tidak meledak.
"ketua seni di kampus"
"oh, dia.."
Aku diam.
"Ku pikir selama ini aku bisa menjagamu dengan baik. Melindungi mu dari segala rayuan lelaki diluar sana. Tapi... Sekarang aku kalah." hembusan napasnya terdengar begitu berat. Mungkin sesak sedang menyelimuti paru-paru nya. "Kalau kau merasa pria itu dapat memberikan apa yang tidak bisa kuberikan, pergilah. Kalau kau merasa pria itu dapat menjagamu lebih dari apa yg bisa kulakukan terhadapmu, pergilah."
Suasana hening.
"mengapa kau begitu saja melepasku? Apa kau tidak menahanku?" aku mulai protes. Bodohnya, aku yg menyakiti tapi aku yg protes. Bodoh..
"aku tidak menahanmu, sudah kubilang, pergilah"
"harusnya aku tau, kau tidak mencintaiku,kan?" Aku mulai bertanya heran
"jadi, kau mau aku menahanmu?"
aku mengangguk.
"ayolaah. Aku bukan pria tampan di serial Korea yg setiap sore kau tonton sambil menjerit-jerit dan menangis. Bodoh"
suasana kembali hening.
"bilang kepada pria mu, jangan sesekali melukaimu sedikitpun. Bukan karena aku masih memperdulikanmu, tapi aku tidak mau hukum karma menghampirimu. Kau gadis lemah." katanya sambil tersentum."Oke, kurasa cukup. Selamat berbahagia dengan dia yg baru."
Pria itu membalik kan tubuhnya. Menarik napas dalam-dalam lalu dihembuskan dengan berat. Dengan tegap ia berjalan meninggalkanku. Setetes air mengalir di pipi pria itu, dengan cepat dihapusnya.
"hey" panggilku.
dia menoleh kearahku.
"kau pria kuat. Tuhan besertamu."
"ya, aku memang pria yang kuat. Tuhan besertamu dan kekasih barumu juga" katanya.
Langkahnya makin menjauh, menjauh, menjauh, dan hilang..
...
Kriiing! Kriiiing!
Aku terbelalak sampai terbangun. Kuraih handphone ku dan mematikan alarm neraka itu.
Ternyata mimpi, kataku. Kulihat diluar masih hujan. Awet. Betah. Lama.
Tersadar, aku memimpikan pria itu. Ya, aku kangen.
Kemudian handphoneku bergetar.
'hey,kabar baik?ada waktu?kutunggu di tempat biasa'
aku makin terbelalak saat kulihat pesan masuk dari Si Pria Kuat.
Antara mimpi dan kebetulan. Yaa, beda-beda tipis.
@febylamtiur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar